Pertemuan Pertama

Pertemuan adalah awal dari perpisahan, berawal dari malu lalu menjadi kawan, berbumbu pertengkaran juga tangisan. Pertemuan adalah kata kerja, ia tiada pernah berhenti hingga kita tak menyadari yang dimulai harus diakhiri, karena pertemuan adalah awal dari perpisahan dan selalu membawa kenangan

Sebuah kenangan yang tak pernah terlupakan yang telah kita ukir bersama, dalam setiap ukirannya, ada senyuman dan canda tawa kita, ada air mata dan amarah yang menghiasinya, ada aku dan kau, bersama merangkai hari-hari penuh mimpi bahagia, mimpi masa depan untuk bersama.

Masih teringat jelas suasana awal pertemuan kita, wajah lugu dengan lankah malu-malu, dan kediaman yang membuat sepi di awal kita jumpa, masih terbayang dengan jelas, wajahmu, wajah asing di mataku saat itu. Kugambarkan wajah mu seperti pelangi yang warna warni menghiasi angkasa, terlihat indah nan elok dipandang mata. langkah kakimu terasa sangat berat untuk mendekat, dan namun bibir itu tak bisa menutupinya yang begitu mudah tersenyum sampai kau mendekati, diam-diam tanpa suara kau lankahkan kakimu tanpa raut muka yang berat, membatku bertanya. Orang seperti apa dia?

Saat kita mulai berbicara, saling mengenal nama, mengingat wajah dan
berjabat, selangkah aku mengenalmu, mengetahui karaktermu, saat itu, ada rasa yang berbeda saat kita tertawa bersama, saat kau duduk di sampingku, walaupun baru ini hari pertama kita saling bertemu.

Hari berganti dan tak pernah berhenti, kita menjadi saling mengerti, kau mengerti sifatku, aku belajar memahami karaktermu, kita berbeda, tapi karena itu kita selalu dapat bersama. Dengan hati-hati, kujalin tali persaudaraan kita, berharap aku tak pernah akan melukaimu, dalam benaku, dan tiada hari yang lebih baik daripada mencoba apa yang sebelumnya tak pernah ku lakukan.

Pertengkaran.

Seberapapun ku mencoba untuk menghalaing situasi ini datang, saat itu kita bagaikan seorang anak kecil yang belajar berjalan dengan dua kaki di dunia, bagaimanapun sekarang aku mengenang itu, tiada rasa kecewaku, tiada aku menyesal tentang itu karena tiada hal yang bisa dengan indah dikenang tanpa hari itu, saat kita saling membuang muka, saat kita kembali saling berpelukan dengan air mata. Aku merindukannya.

Semakin lama, semakin aku mengenalmu, semakin banyak pula orang-orang baru disekelilingku, dan kitapun beranjak dewasa, berganti tahun, kita harus dipisahkan dalam ruang bertembok, dipisahkan gunung-gunung kecil, dan jarak yang jauh, walaupun setiap hari tak bisa bertemu, namun sekat itu tampak terlalu kuat untuk kita, kau mempunyai teman baru demikian pula aku. Namun, kenang saat kita berjumpa di depan rumah itu, kenang saat kita bertukar senyum dengan sosok yang lain di masing-masing kita, saat itu, kuyakin, kita tetap selamanya saudara.

Kisah kita baru saja dimulai, semakin dewasa kita, semakin banyak hal baru yang kita temui, dan kita mengukir semuanya ruangan itu, ruangan yang kadang seperti penjara yang ingin sekali ku hancurkan agar kita terbebas dari perasaan yang tak begitu berguna, namun kadang ruang itu seperti istana untuk kita, saat kita tertawa, saat kita berbagi cerita, cerita tentang kita berdua.

Saat ini aku telah pergi dengan mimpiku yang dulu,dan berganti dengan mimpi baru. aku merindukan waktu itu. Walaupun aku berusaha mengatakan bahwa tiada yang perlu dikhawatirkan dengan berpisahnya kita, namun kini betapa kusadar, sungguh beharga saat –saat itu. Walaupun saat itu pernah kutersinggung, pernah aku sangat ingin meninggalkanmu, tapi kenangan yang kita ukir terlalu melekat dengan kuat di hati ini.

Maka, saat ini, hanya ingin mengenang saat bahagia itu, jika kau melihat ini, ingatlah saat kita dulu bersama, bagaimanapun kau dulu maupun sekarang, aku ingin kau tahu, namamu, wajahmu, bau tubuhmu, semua yang pernah kau sematkan di hatiku, selamanya masih tersimpan di sini.

Karena kau adalah kenangan yang tak akan pernah terlupakan dalam taman keindaha.

Komentar